Ini adalah sebuah dongeng yang sangat terkenal. Kisah di dongeng yang ditulis di sini tentu mengalami beberapa adaptasi. Hans Christian Andersen, seorang pengarang cerita dari Denmark mengarang dongeng ini dan menerbitkannya pada tahun 1937. Mungkin kamu pernah menonton film animasi dari Disney, dengan judul The Little Mermaid. Ya, Ariel adalah nama Putri Duyung dalam film tersebut. Sebenarnya H.C. Andersen tidak memberikan nama apapun pada tokoh Putri Duyungnya itu. Penasaran bagaimana ceritanya. Ayo dibaca sampai selesai ya.
***
Di kedalaman samudera yang luas, jauh dari jangkauan manusia, terdapat sebuah kerajaan laut. Di istana, Raja tinggal bersama 6 orang putri yang cantik. Mereka semua pandai menari dan menyanyi. Gerakan mereka indah dan lincah di dalam air. Mereka tidak mempunyai kaki seperti manusia, tetapi putri-putri cantik itu memiliki ekor seperti ikan lengkap dengan sirip-siripnya yang indah. Rambut mereka panjang tergerai berwarna kuning keemasan. Merekalah para putri duyung.
Dari ke 6 putri itu, yang paling cantik adalah yang bungsu. Ia baru akan menginjak usia 15 tahun. Ada suatu adat para duyung, jika telah menginjak usia 15 tahun, maka akan diijinkan untuk melihat dunia selain dasar samudera, yaitu dunia di permukaan lautan. Besok Putri Duyung bungsu akan berusia 15 belas tahun. Karena itu kakak-kakaknya kini tengah menceritakan bagaimana keadaan dunia di atas permukaan samudera.
|
Putri Duyung itu berambut kuning keemasan, bersuara merdu dengan ekor dan sirip yang indah |
"Di permukaan sana, ada dunia yang sangat indah," kata Putri Sulung.
"Iya, benar sekali. Kamu akan melihat bagaimana bintang-bintang bertaburan di atas langit malam. Bagaikan permata berserak di atas beludru biru yang lembut," timpal putri yang lainnya.
"Kamu juga bisa melihat kilauan sinar matahari pagi yang memantul di atas ombak. Bagaikan kilauan-kilauan emas yang menguning," sambung putri duyung lainnya.
"Dan, angin yang bertiup sepoi-sepoi di rambutmu. Oh.. lembut. Sungguh tiada duanya." kakaknya yang lain menambahkan.
"Wahhh..., benarkah? Rasanya tak sabar ingin segera berumur 15 belas tahun," kata Putri Duyung bungsu itu. Matanya berbinar-binar membayangkan keindahan dunia di atas permukaan samudera.
***
Keesokan harinya, ketika Putri Duyung tepat berusia 15 tahun, diadakanlah pesta yang meriah. Semua penduduk kerajaan laut bergembira. Putri Duyung kini boleh melihat dunia di atas permukaan samudera.
Putri Duyung berenang-renang, berputar-putar dan menyanyi gembira. Ia segera menuju permukaan. Saat ia tiba di permukaan, hari telah mulai malam. Ia kini bisa menghirup udara. Ia pandangi taburan bintang yang berkerlap-kerlip di langit. Bulan purnama yang bulat penuh menguning. Indah sekali. Betul kata kakak-kakakku, dunia di atas permukaan samudera memang sangat indah, kata hati Putri Duyung.
Di kejauhan ia melihat sebuah bayangan hitam besar, terapung di atas lautan. Sesekali terlihat pancaran cahaya berwarna-warni dari benda itu.
Putri Duyung sangat penasaran. Ia mendekati benda hitam itu. Ternyata sebuah kapal yang sangat indah. Ada pesta di atas kapal itu. Terdengar bunyi musik yang sangat indah. Orang-orang berdansa dan tertawa-tawa gembira. Rupanya pancaran cahaya berwarna-warni yang dilihatnya tadi berasal dari kembang api yang dinyalakan. Di pinggir kapal, tampak seorang pemuda. Ia sangat gagah dan tampan. Seorang Pangeran! Ruapanya ia tengah merayakan ulang tahunnya yang ke 17.
Putri Duyung sangat ingin mendekat, tetapi ia takut terlihat.
Tiba-tiba angin berhembus kencang. Langit yang tadi berbintang kini gelap gulita. Orang-orang di atas kapal itu kemudian berhenti berpesta. Mereka menaikkan layar dan bersiap pulang. Tetapi kini cuaca semakin garang. Ombak bergulung-gulung. Badai menerjang. Kapal indah itu terombang-ambing. Dan akhirnya tenggelam.
Orang-orang di kapal itu ternyata tidak bisa berenang selincah Putri Duyung. Mereka memiliki kaki, bukan sirip dan ekor seperti yang dimiliki Putri Duyung. Pangeran sendiri tak berdaya dan akhirnya tenggelam.
Putri Duyung mengikuti tubuh Pangeran yang kini melayang turun. Sepertinya Pangeran telah pingsan. Putri Duyung sadar, bahwa ia harus menolongnya.
Dengan susah payah, ditariknya tubuh Pangeran. Ia berenang menuju pantai. Ketika sampai hari telah pagi dan langit kembali menjadi terang. Ia meletakkan Pangeran di atas pasir.
Tiba-tiba seseorang sepertinya datang ke pantai itu. Seorang gadis yang sangat cantik. Putri Duyung segera bersembunyi. Melihat ada orang terdampar di pasir, gadis itu berteriak memanggil orang kampung dan meminta pertolongan. Akhirnya Pangeran dapat diselamatkan.
Hati Putri Duyung senang, Pangeran itu selamat.
Setelah kejadian itu, Putri Duyung selalu teringat dengan Pangeran. Ia jatuh cinta kepadanya. Akhirnya ia mengutarakan isi hatinya kepada kakak-kakaknya. Ia ingin ke daratan dan menemui Pangeran itu.
"Tidak mungkin kamu ke daratan adikku," kata kakaknya yang sulung.
"Iya, betul. Tidak mungkin. Kita tidak mempunyai kaki. Bagaimana kita bisa berjalan di daratan. Tempat kita di dalam samudera. Bukan di daratan." kakaknya yang lain menimpali.
"Tetapi aku ingin sekali..." kata Putri Duyung lagi.
Semua saudara Putri Duyung bungsu iba. Tetapi mereka tidak dapat menolongnya.
***
Beberapa waktu kemudian, Putri Duyung teringat akan seorang penyihir sakti yang ada di dasar samudera. Walaupun ia pernah mendengar cerita bahwa penyihir itu tinggal di tempat yang jauh dan angker, Putri Duyung tidak gentar. Ia kemudian pergi menemuinya.
Benar saja. Penyihir itu tinggal di tempat yang paling sulit didatangi. Jalan menuju rumahnya gelap dan menyeramkan. Tetapi, berkat kegigihannya, Putri Duyung sampai juga di rumah penyihir itu.
"Apa yang dapat aku bantu, Putri Duyung?" kata si Penyihir.
"Aku ingin menjadi manusia. Aku ingin mengubah ekor dan siripku menjadi kaki", kata Putri Duyung.
"Tapi itu bukan perkara yang mudah Putri Duyung," jawab si Penyihir.
"Aku bisa mengubah ekor dan siripmu menjadi kaki. Tetapi kamu akan membayarnya dengan sesuatu yang sangat berharga. Kau akan membayarnya dengan sangat mahal. Kau akan kehilangan suaramu yang merdu. Dan, terasa sangat menyakitkan. Lalu, sekali kamu berubah menjadi manusia, kamu tidak akan dapat kembali menjadi duyung. Bila kau gagal menikahi Sang Pangeran, maka kamu akan berubah menjadi buih lautan untuk selama-lamanya," sambung Si Penyihir lagi.
"Aku akan sanggup," jawab Putri Duyung sangat yakin.
"Baiklah jika memang demikian. Pergilah kamu ke daratan. Minumlah ramuan ini. Dalam beberapa saat dan rasa sakit yang amat sangat, ekor dan siripmu akan berubah menjadi sepasang kaki untuk berjalan." kata Si Penyihir sambil menyodorkan sebotol kecil ramuan berwarna hitam.
Begitulah, Putri Duyung kemudian berenang menuju permukaan samudera. Dengan susah payah ia menuju kerajaan Sang Pangeran. Di atas pasir pantai Putri Duyung mulai meminum ramuan dalam botol kecil. Tenggorokannya terasa sangat sakit dan panas rasa terbakar. Perlahan-lahan ekor dan siripnya telah berubah menjadi sepasang kaki. Ia telah berubah menjadi manusia. Putri Duyung mencoba berdiri, tetapi telapak kakinya terasa seperti ditusuk-tusuk dengan pisau. Demikian besar rasa sakit yang ditanggungnya, telah membuat Putri Duyung jatuh pingsan.
Sang Pangeran yang sedang berjalan-jalan di pantai akhirnya menemukan Putri Duyung yang telah menukar ekor dan siripnya dengan kaki itu. Ia begitu kasihan melihatnya. Ditolong dan dirawatnya gadis itu. Pangeran sangat sayang padanya. Pangeran menganggapnya bagai adik kandungnya sendiri.
Ketika Putri Duyung telah sadar dan mulai mampu berjalan, Sang Pangeran tengah sibuk mempersiapkan pesta perkawinannya. Ia akan menikahi gadis cantik yang menemukannya di pantai dan dianggapnya telah menolongnya.
Mengetahui hal tersebut, Putri Duyung mencoba menjelaskan kepada Sang Pangeran, bahwa dialah yang sebenarnya menolong Pangeran. Tetapi apa daya. Ia telah kehilangan suaranya. Ramuan dari Penyihir telah membuatnya bisu. Ia tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
Putri Duyung sangat kecewa. Ia akhirnya berlari menuju pantai. Aku telah gagal menikahi Sang Pangeran. Aku akan menjadi buih untuk selama-lamanya, pikir Putri Duyung.
Ketika ia sampai di pantai, kakak-kakaknya yang sangat sayang padanya telah ada di sana. Mereka sangat kasihan pada adiknya.
Rupanya mereka datang ke pantai untuk memberikan pertolongan agar Putri Duyung tidak berubah menjadi buih-buih lautan.
"Adikku, ambillah pisau ini. Bunuhlah Pangeran dengannya. Kami telah menukar rambut-rambut kami yang indah dengan pisau ini kepada Si Penyihir. Bila kau dapat membunuh Pangeran, maka kau akan terhindar dari kutukan dan akan kembali menjadi duyung. Kaki-kakimu itu akan kembali menjadi sirip dan ekor yang indah." Demikian kata si sulung sambil menyodorkan sebuah pisau belati yang berkilat-kilat tajam.
"Ya, dan kau akan dapat berkumpul lagi bersama kami dan ayah, adikku," kata kakaknya yang lain.
Putri Duyung menerima pisau itu. Ia kembali ke istana Pangeran.
Putri Duyung menyelinap ke dalam kamar Pangeran. Dilihatnya Sang Pangeran sedang tertidur lelap. Besok adalah hari pernikahannya. Ia harus membunuh Sang Pangeran agar dapat kembali berwujud sebagai duyung.
Perlahan-lahan diangkatnya pisau belati itu, siap menusuk jantung Sang Pangeran. Tetapi ia terdiam. Putri Duyung tidak sanggup membunuh orang yang sangat dicintainya itu. Putri Duyung kemudian berlari keluar istana menuju pantai. Biarlah ia menjadi buih-buih lautan.
Ia menangis sedih. Kakak-kakanya masih menunggu di pantai. Ketika kaki-kakinya menyentuh ombak dan air matanya menetes ke samudera, Ia melemparkan pisau belati yang berkilat-kilat itu ke tengah lautan.
"Selamat tinggal, kakak-kakakku yang baik hati, selamat tinggal ayah, selamat tinggal kerjaan samudera, selamat tinggal Pangeran. Biarlah kutanggung semua ini," katanya sambil terus terisak.
Dewa Angin yang menyaksikan peristiwa itu secara diam-diam, kemudian menjadi iba mendengar tangisannya. Dengan kesaktian Dewa Angin, Putri Duyung yang tubuhnya mulai hancur menjadi buih-buih lautan itu kemudian ditolong. Dijadikannya Putri Duyung seorang Peri Angin. Sosoknya berubah menjadi seorang gadis cantik yang bersayap. Ia melontarkan tubuhnya ke udara dengan indah. Ketabahan hatinya menghadapi kesedihan itu telah membuatnya terbebas dari kutukan menjadi buih-buih lautan, dan tentu dengan bantuan Dewa Angin juga.
Baca Juga;
Cerita Maling Kundang Si Anak Durhaka dan
Cerita Dunia: Pangeran Kodok