Pada awalnya sebelum mengerti fotografi saya sering menggunakan auto mode atau P mode untuk motret, tapi setelah dipikir-pikir harga kamera DSLR ini tidak murah sayang kalau fungsinya tidak digunakan optimal, akhirnya saya mencoba untuk mempelajari cara menggunakan manual mode.
Tidak sampai sebulan sedikitnya sudah paham meskipun sampai sekarang masih perlu banyak bimbingan dari org yg lebih berpengalaman. Sekarang ini, pengalaman yang dulu saya alami ingin saya bagikan kepada para pemula yang benar2 ingin belajar fotografi, anggap aja mulai dari nol.
Ada beberapa basic step yg perlu dipahami supaya bisa menggunakan manual mode.
I. LENSA
pertama yang perlu dipelajari adalah spesifikasinya lensa, saya ambil contoh lensa kitnya canon 350D yaitu EF-S 18-55 f/3.5-5.6 USM.
Apa yang dimaksud EF-S ?
Lensa EF-S ini hanya bisa digunakan di kamera APS-C salah satunya canon 350D yang harganya jauh lebih murah daripada lensa EF yg digunakan untuk kamera 35 mm Full Frame seperti canon 5D atau 1D. Sebenarnya lensa EF sendiri juga bisa digunakan di kamera APS-C tetapi ada pemotongan gambar istilah kerennya crop factor. Untuk detailnya bisa baca di wikipedia dulu, ini linknya
APS-C dan
EF-S
Apa yang dimaksud 18-55?
Ini istilah kerennya ‘focal length’ disingkat FL kalau FL nya 18 mm berarti sudut pandangannya(zoom) lebar artinya bisa untuk foto pemandangan atau foto group, semakin tinggi nilai FL nya semakin sempit sudut pandangnya, 55 mm menurut saya lumayan sempit cocok buat foto portrait. Kalau mau lebih sempit biasanya 70 mm keatas, sedangkan untuk lebih lebar bisa coba 11mm, tapi 18 mm saya rasa sudah lumayan lebar. Semua tergantung kebutuhan.
Apa yang dimaksud 18-55mm f/3.5 – 5.6 yg biasa kita sebut aperture/diafragma istilah kerennya ‘bukaan’
Coba perhatikan angka f/2.8, 5.6, 11 di gambar bawah, mungkin ada orang yg berpikir kalau 2.8 < 22 maka seharusnya 2.8 bukaan kecil dan 22 bukaan besar. Itu pikiran yg salah, sebenarnya maksud penulisan f/2.8 = 1/2.8 dan f/11 = 1/11, jadi dalam hitungan matematika 1/2.8 > 1/11 yang berarti semakin kecil angka f semakin besar bukaannya yg biasa kita sebut bukaan besar, sedangkan kalau angka f-nya semakin besar bukaannya justru semakin kecil.
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang ada orang yang bilang ‘coba pakai f kecil’ dan ada juga yang bilang ‘coba pakai bukaan besar’, Keduanya mempunyai arti yang sama, jadi jangan sampai bingung, pakai salah satu sebagai acuan anda sendiri, kalau saya pribadi lebih senang pakai kata bukaan besar/bukaan kecil.
Jadi yang dimaksud dari angka 3.5 mm pada lensa kit canon 350D adalah angka maksimum bukaan terbesar pada focal length 18mm, tidak mungkin kalau anda menginginkan FL 18 mm dg bukaan 2.8 (bukaan yg lebih besar) tapi kalau bukaan lebih kecil seperti 5.6 sampai 22 masih bisa, tergantung dari spec-nya kamera. Begitu sebaliknya maksud angka 5.6 pada lensa adalah angka maksimum bukaan terbesar pada focal length 55mm, kalau anda menginginkan bukaan 3.5 pada FL 55mm itu tidak mungkin. Kalau misalnya anda punya lensa EF 24-70 f/2.8L USM, ini berarti FL mulai 24 – 70 bisa menggunakan f/2.8, maka itu untuk lensa seperti ini harganya selangit, bahkan melebihi harga body canon 350D.
- Sekarang saya ingin menjelaskan sedikit tentang gambar tadi yg diatas. Coba perhatikan gambar kiri yg pertama, camera diasumsikan di tulisan f/2.8 atau gambar aperture. Kenapa kalau lensa yang nilai f-nya semakin kecil spt 1.4 atau 2.8 fixed selalu mahal, memang banyak faktor yg membuat lensa tsb mahal, tapi yg perlu anda ketahui semakin nilai f-nya kecil seperti f/2.8, objek yg di titik fokuskan jauh lebih tajam, detail daripada f/5.6 dan untuk backgroundnya juga jauh lebih blur daripada f/5.6.
- Sedangkan di gambar ke 2, objeknya masih tajam tapi tidak setajam yang pertama, backgroundnya juga tidak terlalu blur
- Dan yg terakhir semua objek tajam tapi tidak setajam kedua dan pertama, biasanya selain menggunakan f/11 bisa juga coba f/8.
II. ISO
Hal ke 2 yg perlu diketahui adalah ISO. kata ISO sama dgn ASA seperti pada kamera manual yang memakai roll film. Cuma yg perlu anda ketahui, semakin rendahnya angka ISO seperti 100, tingkat kepekaan cahayanya semakin kecil maksutnya jika memotret di dalam ruangan agak remang2 dengan menggunakan ISO 100 (rendah) maka hasilnya akan gelap, tapi lihat kebutuhan juga karena kadang memang disengaja untuk mendapat hasil yg dramatis, biasanya kalau saya ISO 100 dipakai waktu outdoor dan cuaca cerah.
Begitu sebaliknya semakin tinggi nilai ISO misalnya 1600, semakin besar tingkat kepekaan cahayanya, biasanya ISO 1600 digunakan pada saat situasi terjepit misalnya tidak boleh menggunakan flash dan kondisi ruangan gelap, hasilnya mungkin bisa terang tapi gambar kasar (noise), seperti bintik2 warna warni.
kalau saya sendiri misalnya motret di ruangan, saya pakai ISO 200 juga terkadang 400, untuk 800 dan 1600 sangat jarang, tergantung kebutuhan.
III. Shutter
Hal ke 3 adalah shutter, bahasa kita adalah kecepatan rana. pengertian shutter adalah lamanya waktu aperture buka, maksudnya begini, di manual mode waktu anda set bukaan 5.6 dan shutternya 1oo, ketika anda tekan full tombol rana (click), aperture akan membuka besarnya 1/5.6 spt gambar diatas selama 1/100 detik.
Untuk kamera 1000D ada fasilitas BULB, ini maksutnya lama waktu bukaan aperturenya ditentukan oleh kita sendiri, misalnya anda set bukaan 5.6 lalu shutternya BULB, di 1000D waktu anda tekan clik penuh, tombolnya jangan dilepas, tahan/hold selama anda mau misalnya 20 detik lalu lepas, hasilnya pasti hancur karena f/5.6 lumayan besar dan 20 detik bukan waktu yg singkat.
Tapi coba aja pada waktu malam hari di atas gedung memotret jalanan yg banyak mobil lalu lalang, lalu set f/22 dan shutternya bulb, lalu click dan hold selama 20 detik, hasilnya mungkin masih bagus, lampu2 mobil di jalan raya seperti kelihatan garis2 mengikuti jalan, tapi dgn catatan mobil yg lalu lalang sedikit, kalau banyak jgn 20 detik, terlalu lama.
|
hasilnya kira2 seperti ini |
Bagaimana kalau shutter tinggi seperti 1/250, coba aja cari objek air terjun/air mancur/paling gampang air kran, yg pertama menggunakan shutter rendah bisa bulb, 10″, 5″ dan yg kedua 1/200, hasil yang pertama airnya kelihatan ngalir terus dan yg ke 2 airnya terlihat seperti berhenti. Kenapa bisa demikian? karena 1/250 merupakan waktu yg sangat cepat sehingga bisa membekukan suatu objek, sedangkan 5″ adl waktu yang lama, sensor kamera mengambil gambar terus-terusan selama 5 detik akibatnya gambar sepertinya bergerak hidup. Keduanya sama2 bagus tergantung situasi, kondisi, dan penggunaannya.
|
shutter rendah |
|
shutter tinggi (cepat) |
IV. Flash
Kalau di luar ruangan dan cuaca cerah mungkin flash tidak dibutuhkan kecuali mungkin objeknya terkena bayangan pohon, daun, topi, dll baru flash bisa digunakan sebagai fill in, bisa juga digunakan waktu sumber cahaya berada di belakang objek kecuai kalau mau foto siluet.
Kalau di dalam ruangan internal flash bisa saja dibutuhkan, untuk 350D dilengkapi fasilitas metering cahaya gunanya untuk mengetahui sebelum dipotret apakah nanti hasilnya over expose (terlalu terang) atau under expose (terlalu gelap). Tapi kalau saya pribadi agak ngga begitu percaya dengan meteringnya 350D dan juga saya agak ngga suka hasil foto yang langsung memakai direct flash. untuk lebih detailnya bisa lihat di artikel saya yg lain
mengenai flash.
Manual Mode
OK, sekarang saya ingin bahas mengenai penggunaan pada manual mode di canon 350D, memang ini bisa kita pelajari lewat buku manualnya tapi terkadang masih bingung juga. Ini saya coba jelaskan pakai versi saya sendiri, semoga aja ngga tambah bingung
|
image from dpreview.com |
- Asumsi posisi lensa di FL 18 mm, lalu pilih manual mode dan langsung tentukan ISO, di body 350D ada shortcut tombol ISO berupa panah atas. misalnya posisi anda skg didalam ruangan dgn kondisi cahaya cukup terang pokoknya membaca tulisan masih jelas. pilih ISO 200.
- Tekan tombol Av/FE lock (spt gmb diatas) dan hold (tekan terus) lalu scroll ke kiri sampai bukaan terbesar 3.5 untuk lensa kit 350D, angka 3.5 tampak diatas layar LCD, ini menunjukan nilai aperture atau f.
- Selanjutnya pilih tombol scroll untuk tentukan shutter, coba scroll ke kanan/kiri sampai menunjukkan angka 100 yg berarti shutternya 1/100 sec.
|
image from dpreview.com |
- kalau sudah, coba metering dalam ruangan, caranya bidik salah satu objek kira2 jarak camera 2 meter dari objek, nanti di dalam viewfinder (jendela intip) disebelah kanan angka aperture 3.5 ada exposure comp./level (gmb diatas) di bawah angka -2, maksutnya kondisi yg hanya terlihat di viewfinder under 2 stop, jadi kalau anda clik hasilnya pasti gelap sekali bahkan mungkin ngga kelihatan, jadi coba scroll ke kiri untuk mengganti nilai shutternya, scroll sampai tandanya tidak ngeblink bahkan kalau bisa scroll sampai panahnya mengarah ke kanan menuju angka 0, yang artinya tidak under dan tidak over, lalu click, tapi awas mungkin shutternya menunjukan angka yang minim seperti 0.3″ artinya waktu anda tekan full click, dalam waktu 0.3 detik kalau bisa tangan jangan goyang atau getar, karena gambarnya bisa kacau, makanya ada lensa yang diberi fasilitas IS (image stabilizer) fungsinya supaya mengurangi getaran pada tangan dan juga ada lensa yang bukaannya besar seperti f/2.8 sehingga dalam kondisi agak gelap tidak perlu sampai selama itu shutternya.
Hasilnya gimana cukup bagus tidak? tapi karena shutternya agak lama mungkin kalau di zoom review gambarnya agak goyang, coba naikkan ISO jadi 400, ingat artinya ISO kan, semakin tinggi ISO semakin peka cahaya. Lalu lihat di viewfinder panahnya pasti ngeblink lagi tapi lebih dari 0, entah lebih 1 stop atau 2 stop, coba kecilkan shutternya sampai di titik 0, kemungkinan shutternya dapat angka 5, pokoknya lebih cepat dari sebelumnya (0.3″). lalu clik, bandingkan hasilnya, dari segi warna sih sama cuma goyangnya mungkin berkurang tapi noisenya tambah mengingat ISO semakin tinggi semakin noise.
Mungkin ada pertanyaan dipikiran anda supaya tidak goyang shutternya harus berapa, kalau menurut pengalaman saya pribadi, kalau untuk foto objek yg tidak bergerak 1/60 cukup, tapi kalau foto org dewasa misalnya foto group bisa 1/80, kalau anak2 yang suka bergerak ringan, misalnya goyang kepala, tangan bisa pakai 1/100 tapi kalau sampai loncat2, lari bisa l/125 bahkan lebih. Tapi ini jangan dijadikan patokan, karena ada juga untuk motret org lari dgn menggunakan speed/shutter rendah supaya hasilnya kelihatan hidup.
Bagaimana dgn settingan aperturenya, saya biasanya pakai bukaan yg paling lebar kecuali kalau memang menginginkan background terang bisa pakai f/8 atau backg ngga terlalu blur f/5.6, tapi kalau pakai f/8, shutternya hrs rendah/lambat, misalnya takut goyang bisa akali pakai flash kekuatan penuh, yg tentunya pakai external flash, karena ada settingan manualnya bisa di tentukan sendiri kekuatan cahayanya.
Bagaimana? kira2 mudah dimengerti pembahasan saya? sekarang coba deh lakukan sekali lagi mulai dari metering ruangan tapi dengan menggunakan internal flash, bandingkan hasilnya dgn tanpa flash. Kalau punya external flash, coba di bouncing, hasilnya juga beda, bisa lebih bagus, itu menurut saya loh, karena tidak semua orang punya tanggapan yang sama terhadap suatu karya.
Jadi kesimpulannya untuk menggunakan manual mode butuh waktu untuk terus mencoba, pokoknya yg perlu diperhatikan cuma shutter, f, dan ISO, flash (lebih baik external flash), untuk lainnya jangan dulu, pahami 4 macam itu, lama kelamaan jadi terbiasa, sehingga cukup dengan melihat situasi ruangan sudah bisa kira2 mau ISO berapa, bukaan berapa, shutter berapa. Kalau cuma andalkan auto mode saya rasa tantangannya kurang.
Sebenarnya sih masih banyak lagi yang perlu dipelajari seperti metering mode, AWB, Histogram, cara membaca MTF-Chart dll. Tapi saya rasa lebih baik pelajari dulu basicnya, setelah itu pelan2 pelajari yang lain. Kalau ada waktu saya tulis lagi deh, mungkin kalau penjelasan saya ada yang salah tolong dimaafkan, soalnya saya sendiri juga bisa dikatakan pemula dan masih butuh banyak masukan dari kalian pecinta fotografi. Terima kasih
Sumber : http://dannyprijadi.wordpress.com/